Laporan Mikrobiologi


ISOLASI DAN MORFOLOGI JAMUR

Pendahuluan
Jamur merupakan suatu kekayaan alam yang banyak terdapat di Indonesia. Jamur telah banyak digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari misalnya sebagai bahan makanan dan untuk obat-obatan (Darwis dan Franciska 2013). Jamur ialah organisme yang mempunyai inti, spora, tidak berklorofil, dinding sel terdiri atas selulosa, khitin atau kombinasi keduanya, berbentuk filamen atau benang-benang bercabang yang bersekat atau tidak bersekat. Benang-benang pada jamur ini disebut hifa. Hifa terdiri atas sel-sel yang berinti satu (uninukleat) atau dua (binukleat). Hifa jamur menyatu membentuk kumpulan hifa yang disebut miselium (Aryantha dan Rahmat 1999).
Berdasarkan fase perkembangannya, dikenal tiga macam miselium, yaitu miselium primer, sekunder, dan tersier. Jamur dapat membentuk miselium dan berbagai bentuk spora. Hal ini dipisahkan berdasarkan spora seksualnya, sebagai  contoh  Ascomycetes membentuk spora seksual dalam struktur tertentu yang disebut askus, sedangkan basidiomycetes membentuk spora seksual dalam basidium. Selain bentuk spora seksual, morfologi dan penataan spora aseksual juga membantu dalam identifikasi kapang atau jamur benang. Morfologi dan penataan spora aseksual berperan dalam identifikasi jamur karena keragamannya (Dwidjoseputro 1985).

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah pembakar spirtus, korek api, lap atau tissue, inkubator, spidol, label, pipet tetes, batang kaca U, pinset, cawan petri yang telah berisi media agar Sabouraud, mikropipet, cover glass, gelas objek, dan mikroskop.
Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, kertas saring, sampel tempe bagus, metilen biru, media agar, dan gliserin.

Prosedur
Pertama, meja dan tangan dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian dinyalakan pembakar spirtus. Selanjutnya, disiapkan cawan petri yang telah berisi media dan batang kaca U. Tahap selanjutnya, disiapkan gelas objek yang steril, kemudian dimasukkan media agar sebanyak 0.1 ml atau 100 µl dengan menggunakan mikropipet. Setelah itu, dimasukkan sedikit sampel tempe bagus (diambil sporanya atau bagian putih dari tempe) dengan menggunakan pinset, kemudian sampel dan agar ditutup dengan menggunakan cover glass. Selanjutnya, diteteskan gliserin pada kertas saring disekitar gelas objek, kemudian diinkubasi selama 2-3 hari. Tahap akhir, diamati morfologi spora atau hifa yang terbentuk dengan perbesaran awal 10 kali kemudian 4 x 10 kali dengan mikroskop. Setelah terlihat, ditambahkan metilen biru.

Hasil Pengamatan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dengan sampel yang digunakan tempe, didapatkan hasil sebagai berikut:
Sampel
Keterangan
Gambar
Hasil Pengamatan
Tempe Bagus
Gambar Sebelum Pewarnaan
Menghasilkan hifa yang berbentuk sporangiofor.
Gambar Sesudah Pewarnaan
Tempe Jelek atau Busuk
Gambar Sebelum Pewarnaan
Menghasilkan hifa yang berbentuk sporangiofor yang berwarna gelap atau hitam.
Gambar Sesudah Pewarnaan

Pembahasan
Prinsip dasar dari teknik isolasi ini adalah memisahkan jamur dari berbagai jenis jamur atau campuran untuk mendapatkan biakan murni yang akan diamati sehingga dapat mengetahui morfologi serta jenis jamur. Percobaan isolasi dan morfologi jamur menggunakan tempe sebagai sampelnya. Tempe adalah produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu, berbentuk padatan kompak dan berbau khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Pembuatan tempe dilakukan dengan proses fermentasi, yaitu dengan menumbuhkan  kapang  Rhizopus  sp. pada kedelai matang yang telah dilepaskan kulit epidermisnya (Dewi dan Saefuddin 2011).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan oleh tubuh dibandingkan dengan zat gizi kedelai yang dikonsumsi secara langsung (Dwinaningsih 2010). Hal  ini  dikarenakan  pada fermentasi tempe terjadi proses penguraian zat-zat makro molekul (seperti karbohidrat, protein dan lemak) dalam kedelai oleh aktivitas enzim-enzim jamur sehingga menghasilkan senyawa yang lebih sederhana dan lebih mudah dimanfaatkan oleh tubuh (Koswara 1992). Kelompok jamur yang paling berperan dalam pembuatan tempe adalah genus Rhizopus. Jamur Rhizopus sp telah diketahui sejak lama sebagai jamur yang memegang peranan utama pada proses fermentasi kedelai menjadi tempe. Jamur Rhizopus  sp akan membentuk padatan kompak berwarna putih yang disebut sebagai benang halus / biomasa. Benang halus / biomasa disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai dan menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Jenis Rhizopus sp sangat beragam sehingga perlu diisolasi serta diidentifikasi morfologi dan sifat-sifatnya. Identifikasi berdasarkan morfologi jamur yaitu dengan mengamati sporangiofor, sporangium dan sporangiospora (Dewi dan Saefuddin 2011).
Inokulum memegang peranan yang sangat penting dalam proses fermentasi kedelai menjadi tempe. Inokulum merupakan kumpulan spora  Rhizopus. Inokulum memegang peranan penting dalam proses fermentasi pembuatan tempe, karena dapat mempengaruhi mutu tempe yang dihasilkan (Koswara 1992; Mulyati et al 2002). Secara tradisional, Rhizopus untuk inokulum biasanya diambil dari daun bekas pembungkus tempe, yang dikenal dengan sebutan “usar”. Namun demikian, penggunaan usar ini sangat terbatas dan hanya untuk produksi skala kecil. Daun pembungkus tempe yang biasa digunakan sebagai usar yaitu  daun  waru (Hibiscus tilacius), daun jati (Tectona grandis), atau daun pisang (Musa paradiciaca) (Mulyati et al 2002). Usar dibuat dengan membiarkan spora Rhizopus dari udara tumbuh pada kedelai matang yang ditaruh diantara dua lapis daun, permukaan bagian bawah kedua daun tersebut memiliki rambut-rambut halus (trikoma) di mana spora dan miselium kapang dapat melekat (Koswara 1992).
Jenis Rhizopus yang dapat digunakan sebagai inokulum dalam pembuatan tempe yaitu R. oligosporus, R. oryzae, R. Stolonifer dan kombinasi dua jenis atau ketiga-tiganya (Kusuma 2005). Salah satu jenis jamur yang sering dijumpai dalam ragi tempe adalah Rhizopus oligosporus. Jamur ini dapat digunakan sebagai kultur tunggal dalam laru. Jenis jamur lainnya seperti Rhizopus oryzae, R. stolonifer  dan R. arrhizus juga sering ditemui pada kultur campuran ragi  tempe. R. Oligosporus dimanfaatkan dalam pembuatan tempe dari proses fermentasi kacang kedelai, karena R. oligosporus yang menghasilkan enzim fitase yang memecah fitat  membuat komponen makro pada kedelai dipecah menjadi komponen mikro  sehingga tempe  lebih mudah dicerna dan zat gizinya lebih mudah terserap tubuh (Iskandar 2002).
Saat percobaan digunakan kertas saring yang berfungsi menjaga agar suhu di dalam cawan petri tetap lembab, gliserin yang berfungsi agar uap air dari sampel tidak keluar, metilen biru berfungsi sebagai pewarna agar memperjelas dalam melihat bentuk spora. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil pengamatan tempe bagus dan tempe busuk menghasilkan hifa yang berbentuk sporangiofor (hifa yang mempunyai satu atau lebih sporangium, kadang-kadang secara morfologis berbeda dari hifa vegetatif) akan tetapi sporangiofor pada tempe busuk berwarna hitam atau gelap, hal ini membuktikan bahwa jamur yang digunakan dalam pembuatan tempe ialah Rhizopus oligosporus dan termasuk ke dalam jamur Zygomycetes yang sesuai dengan literatur. Menurut Fardiaz (1989) jamur  Rhizopus memiliki ciri-ciri sebagai berikut; hifa nonseptat, mempunyai stolon dan rhizoid yang warnanya gelap jika sudah tua, sporangiofora tumbuh pada noda dimana terbentuk juga rhizoid, sporangia  biasanya besar dan berwarna hitam, kolumela agak bulat dan apofisis berbentuk seperti cangkir, membentuk hifa negatif yang melakukan penetrasi pada subtrat dan hifa fertil yang memproduksi sporangia pada ujung sporangiofora, pertumbuhannya cepat, dan membentuk miselium seperti kapas. Zygomycetes  yang memiliki ciri-ciri hifa bersifat koenositik. Spora seksualnya adalah zygospora dan spora aseksualnya adalah sporangiospora. Contohnya  Rhizopus sp  dan  Mucor sp (Lay 1994).
Jamur yang sudah masak memproduksi spora, dimulai perkembangan vegetatifnya, yaitu dengan jatuhnya basidiospora pada tempat yang sesuai. Spora ini akan berkecambah, kemudian membentuk miselium primer dengan cara pertunasan atau fragmentasi. Awalnya, miselium berinti banyak kemudian membentuk dinding pemisah yang disebut septa. Septa yang ada memiliki pori pada bagian tengahnya sehingga ada hubungan antara sitoplasma yang bersebelahan (Dwidjoseputro 1985). Berikut morfologi jamur Rhizopus:
Gambar 1 Morfologi Jamur Rhizopus (Fardiaz 1989)

Simpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil pengamatan tempe bagus dan tempe busuk menghasilkan hifa yang berbentuk sporangiofor akan tetapi sporangiofor pada tempe busuk berwarna hitam atau gelap, hal ini membuktikan bahwa jamur yang digunakan dalam pembuatan tempe ialah Rhizopus oligosporus dan termasuk ke dalam jamur Zygomycetes.

Daftar Pustaka       
Aryantha I dan B. Rahmat. 1999. Dasar-Dasar Usaha Budidaya Jamur. Bandung: Pusat PAU Ilmu Hayati Lemlit ITB.
Darwis W dan A. Franciska. 2013. Pembuatan Isolat  Jamur Obat  Picnoporus
          Sanguineus. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. Hlm. 457-466. FMIPA Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Dewi RS dan Saefuddin. 2011. Isolasi Rhizopus oligosporus  pada Beberapa Inokulum Tempe di Kabupaten Banyumas. Jurnal Molekul 6(2):93-104. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Dwidjoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT. Gramedia.
Dwinaningsih EA. 2010. Karakteristik dan Sensori Tempe dengan Variasi Bahan Baku Kedelai / Beras dan Penambahan Angka serta Variasi Lama Fermentasi.  Skripsi Sarjana. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: PAU-IPB.
Iskandar YM. 2002. Isoflavonoida Hasil Fermentasi Kedelai Menggunakan Inokulum Kultur Campuran. Prosiding Semnas XI. Jasakiai. Yogyakarta.
Koswara S. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bharata.
Kusuma YD. 2005. Kemampuan Rhizopus oligosporus  pada Fermentasi Tempe Kedelai Sindoro Americana dan Campuran Masing-Masing Kedelai dengan Kecipir dalam Menghasilkan Isoflavon Aglikon. Skripsi Sarjana. Fakultas Biologi Universitas  Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Lay BW. 2008. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mulyati YI, S.P. Raharti, dan A.B. Thelma. 2002. Pembuatan Inokulum Menggunakan Isolat Rizopus C1 dan Rhizopus C2 pada Subtrat Campuran. Prosiding Seminar Tantangan Penelitian Kimia. LIPI. Bandung.

Comments

Popular posts from this blog

Laporan Biokimia

Laporan Biokimia

Laporan Biokimia