Laporan Biokimia
GLUKOSA DARAH
Pendahuluan
Dalam ilmu kedokteran
gula darah ialah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Glukosa
(suatu glukosa monosakarida) adalah salah satu karbohidrat terpenting yang
digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan
salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi. Bentuk alami
glukosa disebut juga dekstrosa, terutamanya dalam industri pangan (Lehniger
1982). Kadar glukosa dalam tubuh makhluk hidup dapt digunakan untuk memprediksi
metabolisme yang mungkin terjadi dalam sel dengan kandungan gula yang tersedia.
Jika kandungan 1 glukosa dalam tubuh sangat berlebih maka glukosa tersebut akan
mengalami reaksi katabolisme secara enzimatik untuk menghasilkan energi. Namun
jika kandungan glukosa tersebut di bawah batas minimum, maka asam piruvat yang
dihasilkan dari proses katabolisme bisa mengalami proses enzimatik secara
anabolisme melalui glukogenesis untuk mensintesis glukosa dan memenuhi kadar
normal glukosa dalam darah (Poediadji 1994).
Salah satu penyakit kelainan glukosa
darah ialah diabetes. Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa
tidak normal, suatu resiko komplikasi spesifik perkembangan mikrovaskular dan
ditandai dengan adanya peningkatan komplikasi perkembangan makrovaskuler.
Secara umum, ketiga elemen diatas telah digunakan untuk mencoba menemukan diagnosis
atau penyembuhan diabetes (Tjokroprawiro 1986).
Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) mengakui dua bentuk diabetes melitus, yaitu diabetes melitus tipe 1 dan
2. Diabetes melitus tipe 1 (Insulin
Dependent Diabetes mellitus, IDDM) ialah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi
darah akibat rusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Lagerhans pankreas.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga tidak bisa menyembuhkan ataupun
mencegah diabetes tipe 1. Diabetes melitus tipe 2 (Non-Insulin-Dependent Diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe
diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin
di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang
disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk
yang mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin,
resistansi sel terhadap insulin terutama pada hati menjadi kurang peka
terhadap insulin serta yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik
namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati (Waspadji 2002).
Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan
adalah erlenmeyer, pipet tetes, pipet moh, bulb hitam,
stopwatch, tabung reaksi, rak tabung reaksi, corong, gelas piala, hot plate, dan spektrofotometer.
Bahan yang digunakan adalah darah ayam, alufo,
kertas saring, akuades, Na-wolframat 10%, H2SO4 0.67 N,
kupritartrat, standar glukosa, dan fosfomolibdat.
Prosedur
Pertama, disiapkan semua peralatan yang
bersih dan kering, kemudian dimasukkan 1 ml darah ayam ke dalam erlenmeyer.
Selanjutnya, ditambahkan 7 ml akuades; Na-wolframat 10%; dan H2SO4
0.67 N tetes demi tetes. Setelah itu, didiamkan selam 10 menit, kemudian
disaring dan disiapkan dua belas tabung reaksi. Tabung 1 diisi dengan 1 ml
filtrat darah ayam, tabung 2 diisi dengan 1 ml standar glukosa, tabung 3 diisi
dengan 1 ml akuades, 3 tabung diisi dengan 1 ml kupritartrat, 3 tabung didisi
dengan akuades, dan 3 tabung didisi dengan 1 ml fosfomolibdat. Setelah tabung
semuanya terisi, tabung 1; tabung 2; dan tabung 3 ditambahkan dengan 1 ml
kupritartrat (yang sudah dipisahkan di tabung reaksi) secara cepat dan secara
bersamaan antara tabung 1,2, dan 3. Setelah itu, tabung-tabung tersebut
dipanaskan dalam penangas air dengan menggunakan hot plate selama 8 menit,
kemudian tabung-tabung tersebut didinginkan dengan mengalirkan air keran ke
dasar permukaan tabung. Selanjutnya, ditambahkan 7 ml akuades dan 1 ml
fosfomolibdat, kemudian di baca itensitas warnanya pada panjang gelombang 660
nm dengan menggunakan spektrofotometer. Setelah semua prosedur dilakukan,
dihitung kadar glukosa darah dalam mg/dL.
Hasil
Pengamatan
Tabel 1 Penentuan Kadar Glukosa dalam
Darah Ayam
Larutan
|
Absorbansi (A)
|
Glukosa (mg/dL)
|
||
Meja 1
|
Meja 2
|
Meja 1
|
Meja 2
|
|
Blanko
|
0
|
0
|
-
|
-
|
Standar
|
0.019
|
0.015
|
-
|
-
|
Sampel
1
|
0.012
|
0.001
|
63.15
|
6.67
|
Sampel
2
|
0.017
|
0.002
|
89.47
|
13.33
|
Contoh perhitungan:
Pembahasan
Prinsip dari metode Follin Wu ialah glukosa akan mereduksi
kupri menjadi senyawa kupro yang tidak larut, ditambahkan pereaksi asam
fosfomolibdat senyawa kupro akan larut dan mereduksi ion fosfomolibdat yang
bewarna biru. Warna biru yang terjadi dibaca dengan spektrofotometer. Metode Follin Wu
memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya ialah hanya dibutuhkan
dua pelarut, filtrat
yang terbentuk lebih netral, dan proses filtrasi lebih cepat. Kekurangannya
ialah warna berangsur-angsur memudar dibandingkan dengan larutan standar glukosa
dengan perlakuan yang sama (Dawiesah 1989). Selain metode Follin Wu, metode lain yang dapat digunakan untuk mengukur kadar
glukosa darah salah satunya ialah metode Hagedorn
dan Jensen. Mekanisme dari metode
ini yaitu pengendapan protein darah dengan Zn hidroksida pada suhu 100oC,
glukosa dalam filtrat di oksidasi oleh larutan kalium ferisianida alkalik yang
di bufer pada pH 11.5 yang diberikan berlebihan. Reaksi yang terjadi pada
kalium ferisianida akan diikat oleh Zn sulfat. Kelebihan kalium feisianida
dititrasi secara iodometrik. Banyaknya ferisianida yang digunakan untuk
mengoksidasikan glukosa dapat diketahui banyaknya glukosa yang ada. Banyaknya
ferisianida dapat diketahui dari banyaknya natrium tiosulfat yang dalam titrasi
iodometrik ini. Perbedaan dari metode Hagedorn
dan Jensen dengan metode Follin Wu ialah dalam hal metode atau
cara yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah dan reaksi yang terjadi.
Metode Hagedorn dan Jensen menggunakan metode atau cara
titrasi iodometrik, sedangkan metode Follin
Wu menggunakan spektrofotometer. Selain itu, reaksi yang terjadi pada
metode Hagedorn dan Jensen ialah reaksi oksidasi dalam hal
ini glukosa yang di oksidasi senyawa lain, sedangkan metode Follin Wu ialah reaksi reduksi dalam hal
ini glukosa yang mereduksi senyawa lain (Dawiesah 1989).
Fungsi
dari pelarut dan pereaksi-pereaksi yang digunakan ialah akuades yang berfungsi
mengencerkan darah sehingga albumin dalam darah akan larut, Na-wolframat berfungsi
mengendapkan albumin yang terlarut dalam air, H2SO4 berfungsi
sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pengendapan albumin oleh
Na-wolframat dan menciptakan suasana asam karena reaksi dengan fosfomolibdat
terjadi pada suasana asam, larutan kupritartrat berfungsi untuk membentuk warna
biru keteika ditambahkan pereaksi fosfomolibdat karena larutan ini mengandung
asam laktat dan ion Cu+. Selain itu, fungsi pemanasan selama delapan
menit berfungsi untuk memepercepat reaksi (Poedjiadi 1994). Reaksi yang terjadi
pada metode Follin Wu ialah sebagai
berikut:
Gambar 1 Reaksi Uji Follin Wu (Poedjiadi
1994)
Glukosa darah vena perifer, kadar normal glukosa
plasma saat puasa adalah 70 – 110 mg/dl. Glukosa darah arteri, kadar glukosa
plasma adalah 15-30 mg/dl (Ganong 2008). Sementara kadar glukosa darah normal ayam yaitu antara 40-60
mg/100 ml dan 35-55 mg/100 ml (Poedjiadi 1994). Berdasarkan percobaan,
didapatkan hasil glukosa darah ayam pada meja 1 sampel 1 ialah 63.15
mg/dL dan sampel 2 ialah 89.47 mg/dL, pada meja 2 sampel 1 ialah 6.67 mg/dL dan
sampel 2 ialah 13.33 mg/dL. Dapat disimpulkan darah ayam pada meja 1 sampel 1 dan
2 mengandung glukosa darah yang berlebih dan pada meja 2 sampel 1 dan 2 kadar
glukosa darahnya kurang dari kadar glukosa darah normal.
Simpulan
Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan darah ayam yang di uji dengan metode Follin Wu pada meja 1 sampel 1 ialah 63.15 mg/dL dan sampel 2 ialah 89.47
mg/dL, pada meja 2 sampel 1 ialah 6.67 mg/dL dan sampel 2 ialah 13.33 mg/dL.
Daftar Pustaka
Dawiesah S.
1989. Biokimia. Jakarta: Gramedia.
Ganong WF. 2008. Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakatra: EGC.
Lehninger AL.
1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Maggy Thenawijaya, penerjemah. Jakarta:
Erlangga. Terjemahan dari: Principles of
Biochemistry.
Poedjiadi
A. 1994. Dasar-Dasar Biokoimia.
Jakarta: UI Press.
Tjokroprawiro A.
1986. Diabetes Melitus Aspek Klinik dan
Epidemiologi. Surabaya: Universitas Airlangga Press.
Waspadji S.
2002. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta:
FKUI.
Jangan lupa komentar dan sarannya setelah membaca ^^
ReplyDeleteAnda dapat memberikan komentar dan saran berupa perkataan atau dengan memberikan point emoticon seperti ini :):):)
Tiga emoticon tersebut menandakan penilaian sangat bagus untuk penulisan laporan tersebut ^^
Jika ada koreksi dari penulisan laporan yang saya buat, silahkan berikan komentar di blog ini. Terimakasih sudah mengunjungi blog ini ^^