Laporan Kimia Lingkungan

ANALISIS NITROGEN (NITRIT, NITRAT, DAN AMONIA BEBAS) DALAM AIR SUNGAI


Pendahuluan
Lingkungan dapat dikatakan tercemar jika dimasuki atau kemasukan bahan pencemar yang dapat mengakibatkan gangguan pada makhluk hidup yang ada didalamnya. Salah satu pencemaran yang dapat terjadi sebagai dampak adanya kegiatan pembangunan ialah pencemaran perairan. Pencemaran air terjadi pada sumber-sumber air seperti danau, sungai, laut, dan air tanah (Keraf 2010). Air permukaan yang ada seperti sungai banyak dimanfaatkan untuk keperluan manusia seperti tempat penampungan air, alat transportasi, keperluan perumahan, sebagai daerah tangkapan air, irigasi, dan lain-lain. Sebagai tempat penampungan air, sungai mempunyai kapasitas tertentu dan dapat berubah karena aktivitas alami maupun antropogenik (Yuliastuti 2011).
Studi kualitas air sangat penting untuk mengetahui bagaimana kondisi kualitas air pada suatu sumber air apakah air tersebut layak untuk digunakan atau tidak (Rusmanto dkk 2005). Analisis layak atau tidaknya air untuk digunakan berkaitan erat dengan beberapa parameter seperti parameter fisika, kimia, dan biologi. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut (Yuliastuti 2011). Pengujian yang dilakukan dalam percobaan ini ialah analisis nitrogen (nitrit, nitrat, dan amonia bebas) pada sampel air sungai.

Alat dan Bahan
        Alat-alat yang digunakan ialah labu takar, tabung reaksi pipet mohr, bulb, pipet tetes, gelas piala, hotplate, termometer, stopwatch, batang pengaduk, dan spektrofotometer.
       Bahan-bahan yang digunakan ialah sampel air sungai, larutan asam sulfanilat, naftilamin, larutan baku NaNO2, larutan KNO3 100 ppm, NaCl 30%, asam sulfat, brusin-asam sulfanilat, NH4Cl, dan larutan Nessler.

Prosedur
Penentuan Nitrit. Pertama, dibuat larutan standar dari larutan baku NaNO2 100 ppm dengan konsentrasi larutan standar yang akan dibuat ialah 0.01, 0.02, 0.05, 0.10, 0.15, dan 0.20 ppm. Setelah pembuatan standar selesai, masing-masing standar dipipet 8 ml ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml larutan asam sulfanilat. Selanjutnya, larutan dikocok dan didiamkan selama 8 menit, kemudian ditambahkan 1 ml larutan naftilamin, dikocok, dan larutan didiamkan selama 10 menit. Setelah itu, dilakukan pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm. Proses yang sama dilakukan dengan mengganti larutan standar dengan sampel air sungai.
Penentuan Nitrat. Pertama, dibuat larutan standar dari larutan baku KNO3 100 ppm dengan konsentrasi larutan standar yang akan dibuat ialah 0.25,0.50, 0.75, dan 1 ppm. Setelah pembuatan standar selesai, masing-masing standar dipipet 5 ml ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2 ml larutan NaCl 30% dan 1 ml asam sulfat. Selanjutnya, larutan dibiarkan dingin, kemudian ditambahkan 0.5 ml larutan campuran brusin-asam sulfanilat dan dihomogenkan. Setelah itu, larutan dipanaskan dengan suhu tidak melebihi 950C selama 20 menit, kemudian larutan diangkat dan didinginkan. Selanjutnya, larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm. Prosedur yang sama dilakukan dengan mengganti larutan standar dengan sampel air sungai.
Penetapan Amonia Bebas. Pertama, dibuat larutan standar dari larutan baku NH4Cl 100 ppm dengan konsentrasi larutan standar yang akan dibuat ialah 2.5, 5.0, 7.5, dan 10 ppm. Setelah pembuatan standar selesai, masing-masing standar dipipet 10 ml ke dalam tabung reaksi , kemudian ditambahkan 1 ml larutan nessler. Selanjutnya, larutan diaduk selama 2 menit dan didiamkan 10 menit, kemudian larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm. Prosedur yang sama dilakukan dengan mengganti larutan standar dengan sampel air sungai.

Hasil Percobaan
Tabel 1 Penentuan Nitrit dalam Air Sungai
Konsentrasi Standar (ppm)
Absorbansi Standar (A)
Konsentrasi Sampel NaNO2 (ppm)
Konsentrasi Sampel NO2 (ppm)
Dengan Pengenceran
Tanpa Pengenceran
Dengan Pengenceran
Tanpa Pengenceran
0.00
0.000
0.0700
0.3396
0.2335
0.2264
0.01
0.027




0.02
0.052




0.05
0.061




0.10
0.116




0.15
0.187




0.20
0.223




Rata-rata
0.2048
0.2299

Gambar 1 Kurva Standar Nitrit (NO2)

Tabel 2 Penentuan Nitrat dalam Air Sungai
Konsentrasi Standar (ppm)
Absorbansi Standar (A)
Konsentrasi Sampel KNO3 (ppm)
Konsentrasi Sampel NO3 (ppm)
Dengan Pengenceran
Tanpa Pengenceran
Dengan Pengenceran
Tanpa Pengenceran
0.0
0.175
0.0296
0.9556
0.0910
0.5866
0.5
0.183




1.0
0.202




Rata-rata
0.4926
0.3388

Gambar 2 Kurva Standar Nitrat (NO3)

Tabel 3 Penentuan Amonia Bebas dalam Air Sungai
Konsentrasi Standar (ppm)
Absorbansi Standar (A)
Konsentrasi Sampel NH4Cl (ppm)
Konsentrasi Sampel NH3 (ppm)
Dengan Pengenceran
Tanpa Pengenceran
Dengan Pengenceran
Tanpa Pengenceran
0.0
0.033
4.0389
14.7198
6.4170
4.6773
2.5
0.169




5.0
0.262




7.5
0.395




10.0
0.562




Rata-rata
9.3794
5.5472

Gambar 3 Kurva Standar Amonia (NH3)

Pembahasan
         Nitrogen dalam lingkungan perairan terdapat sebagai gas N2 yang larut, senyawa organik seperti amonia, nitrit, nitrat, dan senyawa organik berupa protein dan urea (Soewandita dan Sudiana 2010). Nitrogen dalam air limbah pada umumnya terdapat dalam bentuk organik dan oleh bakteri berubah menjadi nitrogen amonia. Saat kondisi aerobik bakteri dapat mengoksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat (Yuliastuti 2011). Amonia dalam air merupakan hasil penguraian senyawa organik dan dalam air biasanya berbentuk NH4+ (Soewandita dan Sudiana 2010). Amonia bebas tidak dapat terionisasi, sedangkan amonia (NH4+ ) dapat terionisasi. Amonia bebas (NH3) yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH, dan suhu. Amonia jarang ditemukan pada perairan yang mendapat cukup pasokan oksigen. Sebaliknya, pada wilayah anoksik (tanpa oksigen) yang biasanya terdapat di dasar perairan, kadar amonia relatif tinggi (Effendi 2003).
             Konsentrasi oksigen terlarut di dalam perairan dipengaruhi oleh suhu, ada tidaknya tumbuhan yang berfotosintesis, dapat tidaknya perairan tersebut ditembus oleh sinar matahari, adanya goncangan dalam air, dan banyaknya senyawa organik yang harus diuraikan di dalam air. Oksigen terlarut dalam air sungai, kolam dan danau berasal dari udara dan sebagian lagi berasal dari hasil fotosintesis tumbuhan yang ada di dalam air. Keberadaan amonia dalam air kemungkinan disebabkan adanya kotoran binatang atau manusia atau juga berasal dari pupuk. Amonia dapat mengganggu penjernihan air karena dapat mengurangi aktivitas Cl2 dalam membunuh kuman (Soewandita dan Sudiana 2010).
            Nitrit dalam air sebagai hasil oksidasi amonia oleh bakteri dan biasanya kadarnya kecil. Kadar nitrit yang besar berasal dari limbah industri. Penilaian terhadap nitrit menunjukkan jumlah zat nitrogen yang hanya sebagian saja mengalami oksidasi. Nitrit merupakan suatu tingkat peralihan dalam proses perubahan zat organik ke dalam bentuk yang tetap. Nitrit tidak dapat ditemukan dalam air limbah baru kecuali dalam jumlah kecil. Terdapatnya nitrit menunjukkan adanya limbah yang kondisinya mencemari atau tidak dapat diuraikan secara sempurna (Soewandita dan Sudiana 2010).
Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik (Ginting 2007).
        Nitrat mewakili produk akhir dari pengoksidasian zat yang bersifat nitrogen. Jumlah nitrat menunjukkan lajunya pembenahan menuju oksidasi lengkap dan kemantapan. Penentuan nitrat sangat terkait erat dengan proses terjadinya penguraian limbah dalam perairan (Soewandita dan Sudiana 2010). Perairan oligotropik memiliki kadar nitrat 0-1 mg/l, perairan mesotropik memiliki kadar nitrat 1-5 mg/l, dan perairan putrofik memiliki kadar nitrat 5-50 mg/l. Perairan yang menerima limpasan air dari daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk, kadar nitrat mencapai 1000 mg/l. Kadar nitrat untuk keperluan air minum sebaiknya tidak melebihi 10 mg/l (Yuliastuti 2011).
        Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 kelas, yaitu: kelas satu, air yang dapat digunakan untuk air minum; kelas dua, air yang dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman; kelas tiga, air yang dapat digunakan untik pembudidayaan ikan air tawar, air untuk mengairi persawahan; kelas empat, air yang dapat digunakan untuk mengairi tanaman, dan lain-lain (Rahardi dan Lusiana 2012). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh konsentrasi nitrit dalam air sungai pada sampel 1 (dengan pengenceran) 0.2335 ppm dan sampel 2 (tanpa pengenceran) 0.2264 ppm, sedangkan konsentrasi dalam standar baku mutu yang seharusnya berdasarkan PP No 82 tahun 2001 sebesar 1 ppm. Hal ini berarti pencemaran nitrit dalam air sungai masih di bawah ambang batas mutu, sehingga tanaman dan alga masih dapat tumbuh. Selain itu diperoleh konsentrasi nitrat dalam air sungai pada sampel 1 (dengan pengenceran) 0.0910 ppm dan sampel 2 (tanpa pengenceran) 0.5666 ppm. Konsentrasi dalam standar baku mutu yang ditetapkan ialah 10 ppm. Hal ini berarti pencemaran nitrat dalam air sungai masih di bawah ambang batas mutu, sehingga organisme akuatik masih dapat hidup. Selanjutnya, diperoleh konsentrasi amonia bebas dalam air sungai pada sampel ialah 6.4170 ppm dan sampel 2 sebesar 4.6773 ppm. Konsentrasi dalam standar baku mutu yang seharusnya 0.5 ppm. Hal ini berarti pencemaran amonia bebas dalam air sungai melebihi ambang batas, sehingga dapat menyebabkan toksisitas terhadap organisme akuatik. Konsentrasi amonia yang diperoleh dari sampel air sungai tinggi, hal ini karena sampel air sungai yang di uji diperoleh dari sungai yang letaknya berdekatan dengan tempat pembuangan kotoran hewan yang merupakan sumber penghasil amonia (Rahardi dan Lusiana 2012).
      Saat percobaan nitrit, pereaksi yang digunakan ialah asam sulfanilat dan naftilamin yang berfungsi agar nitrit dapat membentuk senyawa azo yang berwarna merah. Saat percobaan nitrat, pereaksi yang digunakan ialah asam sulfat berfungsi memberikan suasana asam agar dapat bereaksi dengan campuran brusin-asam sulfanilat, brusin sulfat dan asam sulfanilat berfungsi sebagai senyawa yang akan bereaksi dengan nitrat membentuk larutan berwarna kuning. Reaksi yang terjadi ialah:
2NO3- + 4H+ + ZnNaCl             2NO2- + Zn2+ + 2H2O
Saat percobaan amonia bebas, pereaksi yang digunakan ialah pereaksi Nessler berfungsi sebagai senyawa yang akan bereaksi dengan amonia akan membentuk larutan berwarna kuning. Selain itu, berfungsi untuk mengetahui kadar amonia secara kuantitatif. Pereaksi Nessler terdiri dari larutan merkuri (II), kalium iodida, kalium tetraiodomerkurat (II), kalium merkuri iodida, dan merkuri kalium iodida. Reaksi yang terjadi ialah:
NH4+ + 2[HgI4]2- + 4OH-              HgO.Hg(NH2)I + 7I- + 3H20
Selain itu, saat percobaan penentuan nitrat suhu yang digunakan untuk pemanasan tidak boleh melebihi 950C.
      Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, konsentrasi nutrisi (nitrit, nitrat, amonia) yang meningkat mungkin memiliki efek negatif pada proses alam dalam sungai dan dapat menyebabkan pergeseran dari ekotipe air. Oleh karena itu, penting untk mengetahui dimana keadaan habitat air stabil dapat dicapai. Penentuan nitrogen sungai dapat dijelaskan dengan metode sederhana. Ekosistem air mungkin mengalami eutrofikasi ketika konsentrasi melebihi titik kritis, yang mungkin menyebabkan peningkatan produksi primer (kenaikan ganggang), peningkatan pembususkan bahan organik, kekurangan oksigen, dan pergeseran spesies dalam ekosistem perairan.

Simpulan
Berdasarkan percobaan, diperoleh konsentrasi nitrit dan nitrat dalam air sungai masih dalam rentang ambang batas mutu. Sedangkan, konsentrasi amonia bebas dalam air sungai melebihi ambang batas mutu yang ditentukan. Sehingga dapat disimpulkan sampel air sungai mengalami pencemaran berupa toksisitas terhadap organisme akuatik.

Daftar Pustaka
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Ginting P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Bandung: Yrama Widya.
Keraf A. 2010. Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global. Yogyakarta: Kanisius.
Rahardi B dan N. Lusiana. 2012. Penentuan Kualitas Air Tanah Dangkal dan Arahan Pengelolaan (Studi Kasus Kabupaten Sumenep). jurnal Teknologi Pertanian 13(2):97-104. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang.
Rusmanto T dan Taftazani A. 2005. Analisis Sifat Fisika, Kimia, Biologi dan Radioaktivitas Sampel Air Sungai Bribin Gunung Kidul Yogyakarta. Prosiding PPI – PDIPTN, tanggal 12 Juli 2005 di yogyakarta. Hlm 189-196. Puslitbang Teknologi Maju, BATAN. Yogyakarta.
Soewandita H dan Sudiana N. 2010. Studi Dinamika Kualitas Air DAS Ciliwung. JAI 6(1):24-33. Pusat Teknologi Sumberdaya Lahan Wilayah dan Mitigasi Bencana, BPPT. JAKARTA PUSAT.
Yuliastuti E. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai Ngringo Karanganyar dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air  [Tesis]. Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro. Semarang.


Comments

  1. Jangan lupa komentar dan sarannya setelah membaca ^^
    Anda dapat memberikan komentar dan saran berupa perkataan atau dengan memberikan point emoticon seperti ini :):):)
    Tiga emoticon tersebut menandakan penilaian sangat bagus untuk penulisan laporan tersebut ^^
    Jika ada koreksi dari penulisan laporan yang saya buat, silahkan berikan komentar di blog ini. Terimakasih sudah mengunjungi blog ini ^^

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Laporan Biokimia

Laporan Biokimia

Laporan Biokimia